BAB I
KOMUNIKASI
A. Pengertian
Komunikasi
Komunikasi berasal dari bahasa latin
communication yang berarti
‘pemberitahuan’ atau ‘pertukaran pikiran’. Jadi, secara garis besar, dalam
suatu proses komunikasi haruslah terdapat unsure-unsur kesamaan makna agar
terjadi suatu pertukarab pikiran dan pengertian antara komunikator (penyebar
pesan) dan komunikan (penerima pesan).
Proses komunikasi dapat diartikan
sebagai ‘transfer informasi’ atau pesan (message)
dari pengirim pesan sebagai komunikator kepada penerima pesan sebagai
komunikan.
Adapun
beberapa definisi komunikasi menurut para pakar, anatar lain:
1.
Komunikasi adalah proses yang
menggambarkan siapa mengatakan apa dengan cara apa, kepada siapa dengna efek
apa (laswell).
2.
Komunikasi adalah proses diamana seorang
individu atau komunikator mengoperkan stimulan biasanya dengan lambang-lambang
bahasa (verbal maupun nonverbal) untuk mengubah tingkah laku orang lain (Carl I. Hovland)
3.
Komunikasi adalah penyebaran informasi,
ide-ide sebagai sikap atau emosi dari seseorang kepada orang lain terutama
melalui simbol-simbol (Theodorson
dan Thedorson)
4.
Komunikasi adalah seni menyampaikan
informasi, ide dan sikap seseorang kepada orang lain (Edwin Emery)
5.
Komunikasi adalah suatu proses interaksi
yang mempunyai arti antara sesama manusia (Delton
E, Mc Farland)
6.
Komunikasi adalah proses sosial, dalam
arti pelemparan pesan/lambang yang mana mau tidak mau akan menumbuhkan pengaruh
pada semua proses dab berakibat pada bentuk perilaku manusia dan adat kebiasaan
(William Albig)
7.
Komunikasi berarti suatu mekanisme suatu
hubungan antar manusia dilakukan dengan mengartikan simbol seacar lisan dan
membacanya melalui ruang dan menyimpan dalam waktu (Charles H. Cooley)
8.
Komunikasi merupakan proses pengalihan
suatu maksud dari sumber kepada penerima, proses tersebut merupakan suatu seria
aktivitas, rangkaian atau tahap-tahap yang memudahkan peralihan maksud tersebut
(A. Winnet)
9.
Komunikasi merupakan interaksi
anatrpribadi yang menggunakan sistem simbol linguistic, seperti sistem simbol
verbal (kata-kata) dan nonverbal. Sistem ini dapat disosialisasikan seacara
langsung/tatap muka ataumelalui media lain (tulisan,visual) (Karlfried Knapp)
Dari beberapa definisi tersebut, maka dapat kita
golongkan ada 3 pengertian utama komunikasi :
1. Seacara
etimologis : komunikasi dipelajari menurut asal-usul kata, yaitu komunikasi berasal dari bahasa latin
‘communicatio’ dan perkataan ini bersumber pada kata ‘comminis’ yang berarti sama makna mengenai sesuatu hal yang
dikomunikasikan.
2. Secara
terminologis : komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.
3. Secara
paradigmatis : komunikasi berarti poloa yang meliputi sejumlah komponen berkolerasi satu sama
lain secara fungsional untuk mencapai tujuan
tertentu.
B. Proses Komunikasi
Joseph
De Vito (1996) mengemukakan bahwa komunikasi adalah transaksi. Hal tersebut
dimaksudkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses, diaman komponen-komponen
saling terkait.bahwa para pelaku komunikasi beraksi dan beraksi sebagai suatu
kesatuan dan keseluruhan.
1. Langkah
pertama, ide / gagasan diciptakan oleh
sumber atau komunikator.
2. Langkah
kedua, ide yang diciptakan tersebut kemudian dialihkan menjadi lambing-lambang
komunikasi yang mempunyai makna dan dapat dikirimkan.
3. Langkah
ketiga, pesan yang telah di-encoding tersebut
selanjutnya dikirimkan melalui saluran/media yang sesuai dengan karakteristik
lambing-lambang komunikasi yang ditujukan kepada komunikan.
4. Langkah
keempat, penerima menafsirkan isi pesan sesuai dengan persepsinya untuk
mengartikan maksud pesan tersebut.
5. Langkah
kelima, apabila pesan tersebut telah berhasil di-decoding khalayak akan mengirimkankembali pesan tersebut kepada
komunikator.
Lima tahap terjadinya proses komunikasi memiliki 5
unsur komunikasi. Wilbur Schramm mengatakan bahwa untuk terjadinya proses komunikasi
minimal memeliki 3 unsur komunikasi yaitu, komuniktor, pesan, komunikan.
Harold D. Laswell memperkenalkan 5 formula
komunikasi untuk terjadinya suatu proses komunikasi yaitu :
• who :
berkenaan dengan siapa yang mengatakan.
• what :
berkenaan dengan menyatakan apa.
• which :
berkenaan dengan saluran apa.
• whom :
berkenaan dengan ditujukan kepada siapa.
• what effect
: berkenaan dengan efek apa.
Berdasarkan formula tersebut, maka terdapat 5
komponen komunikasi agar proses komunikasi dapat berjalan dengan baik :
•KOMUNIKATOR
•PESAN
•MEDIA
•KOMUNIKAN
•PENGARUH
Esensi dalam proses komunkasi adalah untuk
memperoleh kesamaan makna diantara orang yang terlibat dalam proses komunikasi
antarmanusia.selain itu, ada 5 faktor yang mempengaruhi proses komunikasi :
1. The
act (perbuatan)
Perbuatan
komunikasi meninginkan pemakaian lambing-lambang yang dapat dimengerti secara
baik dan hubungan-hubungan yang dilakukan oleh manusia.
2. The
scene (adegan)
Adegan
sebagai salah satu factor dalam komunkasi ini menekankan hubungan dengan
lingkungan komunikasi.
3.
The agent (pelaku)
Individu-individu yang mengambil bagian
dalam hubungan komunikasi dinamakan pelaku-pelaku komunikasi.
4.
The agency (perantara)
Alat-alat yang dipergunakan dalam
komunikasi dapat membangun terwujudnya perantara.
5.
The purpose (tujuan)
Menurut Grace dalam THOHA (1997), ada 4
macam tujuan ;
a. Tujuan
fungsional : tujuan secara pokok bermanfaat untuk mencapai tujuan-tujuan
komunikasi.
b. Tujuan
manipulasi : tujuan yang dimaksudkan untuk menggerakkan orang-orang yang mau
mnerima ide-ide yang mau disampaikan, yang sesuai ataupun tidak dengan nilai
dan sikapnya.
c. Tujuan
keindahan : tujuan untuk menciptakan tujuan-tujuan yang kreatif.
d. Tujuan
keyakinan : tujuan yang bermaksud untuk meyakinkan atau mengembangkan keyakinan
orang-orang pada lingkungan.
C.
Dampak Komunikasi
Setiap aktivitas komunikasi pasti
memiliki dampak. Dalam konsep komunikasi paradigmatis disebutkan bahwa
komunikasi merupakn sebuah pola yang meilputi sejumlah komponen (unsur) serta
memiliki dampak-dampak tertentu.Pada dasarnya komunikasi memilki 3 dampak,
yaitu :
1.
Memberikan informasi,
meningkatkan pengetahuan, menambah wawasan. Tujuan ini disebut tujuan kognitif.
2.
Menumbuhkan perasaan
tertentu, menyampaikan pikiran, idea tau pendapat. Tujuan ini disebut tujuan
afektif.
3.
Mengubah sikap,
perilaku, dan perbuatan. Tujuan ini disebut tujuan konatif atau psikomotorik.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka
diperlukan pola komunikasi yaitu :
no
|
Dampak
|
Pola
Komunikasi
|
Fungsi
|
01
|
Kognitif
|
1. Ceremah
umum
2. Rapat
3. Kuliah
4. penerangan
|
Menjelaskan
tentang sesuatu hal agar sesuatu itu dapat dimengerti dan dipahami.
|
02
|
Afektif
|
1. Media Massa
2. Diplomasi
3. Penataraan
|
Menumbuhkan
perasaan tertentu agar mudah dihayati
|
03
|
Konatif
|
1. Forum
Media
2. Periklanan
3. Penyuluhan
4. Public
Relations
5. Kampanye
6. Propaganda
|
Menimbulkan
perubahan sikap, agar berperilaku sesuai dengan yang diinginkan oleh
komunikator.
|
D.
Sasaran Komunikasi
Seperti diketahui bersama bahwa tujuan komunikasi
adalah menghibur, memberikan informasi, dan mendidik. Berkaitan dengan hal
tersebut, ada 2 macam sasaran komunikasi, antara lain:
1. Siapakah
sasaran komunikasi yang dituju?
2. Bagaimana
efek komunikasi?
a. Efek
komsumtif adalah efek atau pengaruh (pesan) yang dapat langsung diresapi dan
dpat diamati.
b. Efek
instrumental adalah efek atau pengaruh dari komunikasi (pesan) yang tidak dapat
langsung dirasakan manfaatnya oleh komunikator dan tidak dapat langsung diamati
oleh komunikator.
E.
Gangguan Komunikasi
Segala sesuatu yang menghalangi
kelancaran komunikasi disebut gangguam (noise).
Kata noise dipinjam dari istilah ilmu
kelistrikan yang mengartikan noise sebagai
keadaan tertentu dalam system kelistrikan yang mengakibatkan tidak lancarnya
atau berkurangnya kecepatan peraturan. Pencetakan huruf yang saling bertindihan
antara satu sama lain dalam surat kabar atau kata-kata yang tidak tepat yang
diucapkan oleh penyiar radio adalah salah satu contoh dari gangguan atau
hambatan komunikasi.
Manusia sebagai komunikasi memiliki
kecenderungan untuk acuh tak acuh, meremehkan sesuatu, salah menafsirkan, atau
tidak mampu mengingat dengan jelas apa yang diterima dari komunikator.
Setidak-tidaknya ada 3 faktor psikologis yang mendasari hal tersebut,anatara
lain :
1. Selective attention
: orang biasanya cenderung untuk megekspos dirinya hanya kepada hal-hal
komunikasi yang dikehendakinya.
2. Selective perception
: suatu kali,sesorang berhadapan dengan suatu peristiwa komunikasi, maka ia
cenderung menafsirkan isi komunikasi sesuai dengan prakonsepsi yang sudah
dimiliki sebelumnya.
3. Selective retention :
meskipun seseorang memahami suatu komunikasi, tetapi orang yang
berkecenderungan hanya mengingat apa yang mereka ingin untuk diingat.
BAB
II
TEORI-TEORI
KOMUNIKASI
MASSA
KONTEMPORER
A. Pengertian
Komunikasi Massa
Komunikasi antarpersonal
adalah proses penyampaian informasi, ide, dan sikap dari seseorang kepada orang
lain. Sedangkan komunikasi massa adalah proses penyampaian informasi, ide, dan
sikap kepada khalayak banyak biasanya menggunakan mesin atau media yang
diklasifikasikan kedalam media massa, seperti radio,televise, siaran, surat
kabar/majalah, dan televisi)
Ada beberapa perbedaan penting
antara komunikasi antarpersonal dengan komunikasa massa :
A. Sumber
(pelaksana ) komunikasi massa dihadapkan pada suatu “beban” tugas yang berat
dalam menyampaikan pesan kepada pendengarnya.
B. Dibandingkan
dengan komunikasi antarpersonal yang mudah memperoleh feed back (umpan
balik),komunikasi massa sukar untuk mendapatkan feed back (umpan balik).
C. Audience
komunikasi massa lebih banyak dibandingkan dengan komunikasi antarpersonal .
oleh karena itu komunikasi massa lebih besar kemungkinan untuk terjadinya salah
persepsi.
D. System
komunikasi massa jauh lebih rumit dibandingkan dengan komunikasi antarpersonal.
Berikut
ini adalah ciri-ciri khusus sebagai komunikasi massa :
A. Berlangsung
satu arah
B. Komunikator
pada komunikasi melembaga
C. Pesan-pesan
bersifat umum
D. Melehairkan
keserempakan
E. Komunikasi
komunikan massa bersifat heterogen.
Berikut ini adalah beberapa
teori komunikasi massa :
A. Teori Perbedaan Individu
Teori yang dikeluarkan oleh Melvin D.
Defleur ini menelaah perbedaan-perbedaan di antara individu-individu sebagai
sasaran media massa ketika mereka diterpa media massa sehingga menimbulkan efek
tertentu. (Effendy,2003;275). Setiap orang memiliki kualitas yang unik yang
menghasilkan reaksi berbeda-beda terhadap pesan media massa. Dengan kata lain,
reaksi terhadap konten media massa berbeda-beda tergantung tingkat kecerdasan,
keyakinan, pendapat, nilai-nilai, kebutuhan, suasana hati, prasangka, nalar,
dll. Melvin De Fleur dan Sandra Ball-Rokeach dalam buku: Mass Communication
Theory, tentang: Individual differences perspective menyatakan bahwa pesan
media massa berisi atribut stimulus tertentu yang memiliki interaksi
diferensial dengan karakteristik kepribadian khalayak. Karena terdapat
perbedaan individu dalam karakteristik kepribadian di antara khalayak, maka
diasumsikan bahwa akan ada efek yang bervariasi sesuai dengan perbedaan
tersebut.
Dengan demikian, kebutuhan individu, sikap, nilai, keyakinan dan emosional lainnya memainkan peranan penting dalam menyaring dan memilih paparan media massa. ini berarti bahwa khalayak sangat selektif terhadap apa yang mereka baca, dengarkan atau lihat dari media massa. Individual differences menunjukkan bahwa pola pemahaman dan interpretasi dari satu orang mungkin sangat berbeda dari yang lain tergantung konten media massa. Variabel ‘perbedaan efek’ sebagian besar disebabkan oleh terpaan selektif, persepsi selektif dan retensi selektif konten media massa. faktor-faktor ini bertindak sebagai penghalang antara pesan dan efek, sehingga membatasi dampak ruang lingkup komunikasi massa terhadap khalayak secara langsung.
Dengan demikian, kebutuhan individu, sikap, nilai, keyakinan dan emosional lainnya memainkan peranan penting dalam menyaring dan memilih paparan media massa. ini berarti bahwa khalayak sangat selektif terhadap apa yang mereka baca, dengarkan atau lihat dari media massa. Individual differences menunjukkan bahwa pola pemahaman dan interpretasi dari satu orang mungkin sangat berbeda dari yang lain tergantung konten media massa. Variabel ‘perbedaan efek’ sebagian besar disebabkan oleh terpaan selektif, persepsi selektif dan retensi selektif konten media massa. faktor-faktor ini bertindak sebagai penghalang antara pesan dan efek, sehingga membatasi dampak ruang lingkup komunikasi massa terhadap khalayak secara langsung.
B. Teori
Kategori Sosial
Teori kategori sosial adalah kumpulan,
kelompok, atau kategori-kategori sosial yang ada di masyarakat akan memberikan
tanggapan yang seragam terhadap terpaan media.
Melvin L. DeFleur selaku pakar yang
menampilkan teori ini mengatakan bahwa teori kategori sosial menyatakan adanya
perkumpulan – perkumpulan, kategori sosial pada masyarakat urban-industrial
yang perilakunya ketika diterpa perangsang-perangsang tertentu akan hampir
seragam.
Asumsi dasar dari teori kategori sosial
adalah teori sosiologis yang menyatakan bahwa
meskipun masyarakat modern sifatnya heterogen, penduduk yang memiliki sejumlah ciri-ciri yang sama akan mempunyai
pola hidup tradisional yang sama. Ciri- cirinya
: usia, seks, pendapatan, pendidikan, permukiman atau pertalian yang bersifat religius. Persamaan gaya, orientasi dan
perilaku akan berkaitan pada suatu gejala seperti
pada media massa dalam perilaku yang
seragam. Anggota-anggota dari suatu kategori
tertentu akan memilih komunikasi yang kira-kira sama, dan menanggapinya dengan cara yang hampir sama
pula. DeFleur juga menegaskan bahwa
teori ini konsisten dengan dan tampaknya berasal dari sosiologi umum mengenai massa.
Teori kategori sosial merupakan permulaan yang lebih bersifat penjelasan
daripada pembahasan, tetapi
sejauh dapat digunakan sebagai landasan untuk prediksi
kasar dan sebagai pedoman untuk penelitian. Teori ini dapat berfungsi sebagai teori sederhana untuk studi
media massa.
Jika dibandingkan dengan teori
perbedaan individual ditegaskan oleh defluer bahwa
jika perbedaan teori individual
menyajikan pandangan mengenai proses komunikasi
yang lebih konsisten dengan penemuan-penemuan dari psikologi umum, sedangkan teori kategori sosial
konsisten dengan dan tampaknya berasal dari sosial
umum mengenai massa.
C. Teori
Hubungan Sosial
Menurut De Fleur, hubungan sosial
secara informal berperan penting dalam merubah perilaku seseorang ketika
diterpa pesan komunikasi massa. Pesan disampaikan melalui perantara (tidak
langsung) atau opinion leader. Opinion leader adalah orang yang secara
informal dapat mempengaruhi tindakan atau sikap orang lain, baik bagi mereka
yang sedang mencari informasi (opinion
seeker) atau yang sekedar menerima informasi (opinion recipient). Padahal pesan-pesan komunikasi massa lebih
banyak diterima individu lewat hubungan personal dibanding langsung dari media
massa.
D. Teori
Norma Budaya
Menurut teori ini komunikasi massa memiliki efek yang
tidak langsung atas perilaku melalui kemampuannya dalam membentuk norma-norma
baru. Norma-norma ini berpengaruh terhadap pola sikap untuk pada akhirnya akan
mempengaruhi pola-pola perilakunya. Media massa melalui penyajiannya yang selektif
dan menekankan pada tema-tema tertentu mampu menciptakan kesan yang mendalam
pada khalayaknya, ketika norma-norma budaya yang mengenai topik-topik yang
ditekankan itu disusun dan diidentifikasikan dengan cara-cara tertentu. Karena
perilaku individu biasanya terbina melalui norma-norma budaya dengan cara
memperhatikan topik atau situasi yang diberikan, maka media massa akan
bertindak secara tidak langsung dalam mempengaruhi perilaku. Melalui keempat
pendekatan itu diperoleh bukti-bukti penelitian yang menyatakan, komunikasi
massa mempunyai efek-efek yang cukup besar setidak-tidaknya tidak sekecil
menurut model efek terbatas. Bahwa model efek terbatas sampai pada
kesimpulannya yang demikian tentang efek komunikasi massa, khususnya dalam
mengubah sikap dan perilaku.
BAB
III
MODEL-MODEL
PROSES
PERSUSASI
DALAM
KOMUNIKASI
Teori-teori yang berhubungan dengan cara komunikasi
massa mempengaruhi perilaku individu telah menumbuhkan usaha-usaha lain untuk
menyusun konsep yang berhubungan dengan manipulasi melalui pesan-pesan
komunikasi. Contoh mengenai hal ini adalah usaha-usaha iklan untuk membujuk
konsumen untuk membeli barang yang ditawarkan.
Pada umumnya ada dua model proses persuasi :
1. Model
Psikodinamik : model pertama dari proses persusasi disebut model psikodinamik.
Model ini didasarkan oada teori-teori perbedaan individu dalam pengaruh media
massa. Menurut model ini, pesan-pesan komunikasi akan efektif dalam persuasi
apabila memiliki kemampuan psikologis mengubah minat atau perhatian individu
dengan cara sedemikian rupa, sehingga individu akan menanggapi pesan-pesan
komunikasi, sesuai dengan kehendak komunikator. Dengan kata lain, kunci
keberhasilan persuasi terletak pada kemampuan mengubah struktur psikologis
internal individu yang laten (motivasi, sikap dll) dengan perilaku yang
diwujudkan sesuai dengan kehendak komunikator. Contoh umumnya adalah kampanye
melalui media massa yang coba untuk mempengaruhi pikiran khalayak banyak.
2. Model
Sosial Budaya : model ini dalam proses persuasi didasarkan pada anggapan bahwa
pesan-pesan komunikasi massa dapat digunakan untuk mengarahkan
individu-individu agar menerima gejala-gejala yang telah didukung kelompok. Hal
ini sebagai dasar individu untuk bertidak
BAB IV
EFEK-EFEK
KOMUNIKASI MASSA
Secara umum ada 3 efek komunikasi massa :
1. Teori Peluru (The Bullet Theory)
Pada umumnya khalayak dianggap hanya sekumpulan orang yang homogen dan
mudah dipengaruhi. Sehingga, pesan-pesan yang disampaikan pada mereka akan
selalu diterima. Fenomena tersebut melahirkan teori ilmu komunikasi yang
dikenal dengan teori jarum suntik (Hypodermic Needle Theory). Teori ini
menganggap media massa memiliki kemampuan penuh dalam mempengaruhi seseorang.
Media massa sangat perkasa dengan efek yang langsung pada masyarakat. Khalayak
dianggap pasif terhadap pesan media yang
disampaikan. Teori ini dikenal juga dengan teori peluru, bila komunikator dalam
hal ini media massa menembakan peluru yakni pesan kepada khalayak, dengan mudah
khalayak menerima pesan yang disampaikan media. Teori ini makin powerfull
ketika siaran radio Orson Welles (1938) menyiarkan tentang invansi makhluk dari
planet mars menyebabkan ribuan orang di Amerika Serikat panik.
Teori ini
berkembang di sekitar tahun 1930 hingga 1940an. Teori ini mengasumsikan bahwa
komunikator yakni media massa digambarkan lebih pintar dan juga lebih segalanya
dari audience.
Teori ini
memiliki banyak istilah lain. Biasa kita sebut Hypodermic needle (teori jarum
suntik), Bullet Theory (teori peluru) transmition belt theory (teori sabuk
transmisi). Dari beberapa istilah lain dari teori ini dapat kita tarik satu
makna , yakni penyampaian pesannya hanya
satu arah dan juga mempunyai efek yang sangat kuat terhadap komunikan.
Contoh: Tentang iklan kampanye calon
presiden Susilo Bambang Yudoyono. Dengan iklan-iklan di media yang menarik
sehingga audience mudah dipengaruhi apa lagi ditambah janji-janji manis yang
terdapat di iklan tersebut sehingga audience semakin terpengaruhi untuk
memilihnya. Yang pada akhirnya dia terpilih kembali menjadi presiden.
2. Model
Efek-efek Terbatas (The Limited Effects Model)
Scharmm dan
Roberts (1971, hlm.191) melukiskan pandangan baru mengenai khlayak komunikasi
masa kini: Suatu khalayak yang sangat aktif mencari apa yang mereka inginkan,
menolak lebih banyak isi media, daripada menerimanya, berinteraksi dengan
anggota-anggota kelompok yang mereka masuki dengan isi media yang mereka
terima, dan sering menguji pesan media massa dengan membicarakannya dengan
orang-orang lain atau membandingkannya dengan isi media lainnya (Tubbs &
Moss, 2000, hlm.209).
Meski teori Limited Effects meruntuhkan asumsi-asumsi Powerful Media, mereka menegaskan pengaruh dari hubungan-hubungan
sosial dan proses psikologis individual. Para peneliti lebih lagi
berkonsentrasi pada perbedaan di antara individu-individu dalam sebuah
khalayak, seperti perbedaan usia, ras, etnis, dan jenis kelamin. Mereka juga
mulai mempertimbangkan pengaruh-pengaruh sosial, seperti keanggotaaan politik,
agama, dan terutama status ekonomi. Banyak peneliti setuju pada klaim Joseph
Klapper (1960) bahwa media hanya merupakan salah satu bagian dari sebuah
puzzle, dan perhatian lebih diberikan pada bagaimana individua-individu
menginterpretasi pesan-pesan dan bagaimana jenis-jenis pengauh sosial lainnya
membentuk persepsi (Baldwin, Perry & Moffitt, 2004, hlm.195-196).
3. Model Efek-efek Moderat (The Moderate Effects
Model)
Efek moderat sangat berbeda dengan dua
efek sebelumnya. “Model efek moderat ini sebenarnya mempunyai implikasi positif
bagi pengembangan studi media massa. Bagi para praktisi komunikasi akan
menggugah kesadaran baru bahwa sebelum sebuah pesan disiarkan perlu
direncanakan dan diformat secara matang dan lebih baik. Model ini merupakan
hasil studi atau riset tentang efek yang dilakukan pada periode 1960-1970an.
Studi pada periode itu berangkat dari posisi audiens (bukan dari posisi
komunikator) dan lebih memusatkan perhatiannya pada pola-pola komunikasi
mereka, khususnya dalam hubungannya dengan pesan-pesan media.
Model ini meliputi :
a. Paradigma
Pencarian Informasi
Kecenderungan audiens untuk secara
aktif mencari informasi dan tidak semata-mata pasif menerima informasi,
bergantung pada opinion leader. Paradigma ini memusatkan perhatiannya
pada perilaku individual dalam menceri informasi dan berusaha
mengidentifikasikan faktor-faktor yang menentukan perilaku.
b. Pendekatan
Uses and Gratification
Pendekatan tentang kebutuhan individu
terhadap pesan-pesan media berdasarkan asas manfaat dan kepuasan. Menurut
pendekatan ini, komunikasi massa mempunyai kapasitas menawarkan sejumlah pesan
yang dapat dimanfaatkan oleh komunikannya, sekaligus dapat memuaskan berbagai
kebutuhannya. Dengan demikian, orang yang berbeda dapat menggunakan pesan-pesan
media yang sama untuk berbagai tujuan atau maksud yang berbeda-beda. Rakhmat
(2011) menyebutkan, pendekatan ini pertama kali dinyatakan oleh Elihu Katz
(1959) sebagai reaksi terhadap Bernard Berelson yang menyatakan bahwa
penelitian komunikasi mengenai efek media massa sudah mati. Karena penggunaan
media adalah salah satu cara untuk memperoleh pemenuhan kebutuhan, maka efek
media sekarang didefinisikan sebagai situasi ketika pemuasan kebutuhan
tercapai.
c. Fungsi
Agenda Setting
Model lain yang termasuk model efek
moderat adalah pendekatan agenda setting yang dikembangkan oleh Maxwell E.
McComb dan Donald L. Shaw. Model ini menunjuk pada kemampuan media massa untuk
bertindak selaku agenda (catatan harian) komunikan-komunikannya. Hal ini
disebabkan media memiliki kapasitas untuk memilih materi atau isi pesan bagi
komunikannya. Materi atau isi pesan ini diterima komunikan sebagai sesuatu yang
penting yang dapat mempengaruhi sikap dan perilakunya mengenai sesuatu hal.
Menurut teori ini, media massa memang tidak dapat mempengaruhi orang untuk
mengubah sikap, tetapi media massa cukup berpengaruh terhadap apa yang
dipikirkan orang. Ini berarti media massa mempengaruhi persepsi khalayak
tentang apa yang dianggap penting.
d. Teori
Norma Budaya
Menurut teori ini komunikasi massa memiliki efek yang
tidak langsung atas perilaku melalui kemampuannya dalam membentuk norma-norma
baru. Norma-norma ini berpengaruh terhadap pola sikap untuk pada akhirnya akan
mempengaruhi pola-pola perilakunya. Media massa melalui penyajiannya yang
selektif dan menekankan pada tema-tema tertentu mampu menciptakan kesan yang
mendalam pada khalayaknya, ketika norma-norma budaya yang mengenai topik-topik
yang ditekankan itu disusun dan diidentifikasikan dengan cara-cara tertentu.
Karena perilaku individu biasanya terbina melalui norma-norma budaya dengan
cara memperhatikan topik atau situasi yang diberikan, maka media massa akan
bertindak secara tidak langsung dalam mempengaruhi perilaku. Melalui keempat
pendekatan itu diperoleh bukti-bukti penelitian yang menyatakan, komunikasi
massa mempunyai efek-efek yang cukup besar setidak-tidaknya tidak sekecil
menurut model efek terbatas. Bahwa model efek terbatas sampai pada
kesimpulannya yang demikian tentang efek komunikasi massa, khususnya dalam
mengubah sikap dan perilaku.
4. Model
Keperkasaan Efek
Model efek kuat ini baru merupakan
suatu indikasi, pada suatu saat orang akan benar-benar mendapati, komunikasi
massa memiliki efek yang besar, all-powerfull dalam versi yang baru.
Sejumlah studi agaknya sependapat, komunikasi massa dapat mewujudkan powerfull
effect apabila ia digunakan dalam program-program atau kampanye-kampanye
yang dipersiapkan lebih dulu secara cermat sesuai dengan prinsip-prinsip
komunikasi yang ada. prinsip-prinsip itu antara lain sebagai berikut :
a). Prinsip mengulang-ulang
(redundancy), yaitu mengulang-ulang suatu pesan selama periode waktu tertentu. Dengan cara ini ternyata
banyak membawa hasil dibanding dengan
hanya menyajikan pesan tunggal dalam memperoleh efek yang diinginkan.
b). Mengidentifikasikan
dan memfokuskan pada suatu audiens tertentu yang ditargetkan (segmentasi khalayak), kemudia tujuan dari
komunikasi atau kampanye itu
dirumuskan secara khusus dalam arti pesan-pesannya benar-benar terkait dan terarah kepada pencapaian tujuan. Dengan
cara ini audiens merasa, pesan- pesan
itu ditujukan
kepadanya dan tidak kepada setiap orang.
c). Ide atau gagasan
dari teori-teori komunikasi juga dapat digunakan dalam pengembangan tema-tema komunikasi, pesan-pesan yang akan
diciptakan dan media yang
digunakan.
d). Sejumlah
prinsip-prinsip yang lain.
BAB
V
MENGUAK
PERKEMBANGAN
TEORI-TEORI
KOMUNIKAS
1. Paradigma linear
Banyak ahli pada saat itu khususnya ahli-ahli ilmu komunikasi
tertarik pada studi jaringan
sosial maupun komunikasi.Model komunikasi ini merupakan model komunikasi satu arah dimana
komunikannya bersifat pasif.
Berikut ini adalah beberapa model yang
menganut paradigm linear :
aan pada
gilirannya, mengubah penafsiran anda atas pesan-pesannya, begitu seterusnya.
Menggunakan pandangan ini, tampak bahwa komunikasi bersifat dinamis. Pandangan
inilah yang disebut komunikasi sebagai transaksi, yang lebih sesuai untuk
komunikasi tatap muka yang mungkinkan pesan atau respons verbal dan nonverbal
bisa diketahui secara langsung. Kelebihan konseptualisasi komunikasi sebagai
transaksi adalah bahwa komunikasi tersebut tidak membatasi kita pada komunikasi
yang disengaja atau respons yang dapat diamati. Artinya, komunikasi terjadi
apakah para pelakunya menyengajanya atau tidak, dan bahkan meskipun
menghasilkan respons yang tidak dapat diamati. Berdiam diri, mengabaikan orang
lain di sekitar, bahkan meninggalkan ruangan, semuanya bentuk-bentuk
komunikasi, semuanya mengirimkan sejenis pesan. Gaya pakaian dan rambut anda,
ekspresi wajah anda, jarak fisik antara anda dengan orang lain, nada suara
anda, kata-kata yang anda gunakan, semua itu mengkomunikasikan sikap,
kebutuhan, perasaan dan penilaian anda.
Dalam model komunikasi transaksional, pengalaman untuk mencapai kesamaan makna
akan membuat komunikasi yang terjadi semakin efektif. Misalnya seminar
penyuluhan jantung kronis dihadiri oleh pembicara seorang dokter ahli jantung
dan peserta seminar adalah orang-orang penderita jantung kronis. Pengalaman
tentang pengobatan (memberi pengobatan dan menerima pengobatan) merupakan
perpotongan pengalaman diantara dua pihak yang melakukan transaksi. Kesamaan
pengalaman ini membuat seminar dapat berjalan dengan baik karena para peserta
seminar tidak harus mengerutkan kening mendengar istilah kedokteran tentang
penyakit jantung ini, dan dokterpun tidak harus menjelaskan ulang tentang
istilah yang berkaitan dengan penyakit tersebut.
Contoh model komunikasi transaksional :
a. Model Schramm
Menurut
Wilburg Schramm, komunikasi senantiasa membutuhkan setidaknya tiga unsur: sumber (source), pesan
(message), dan sasaran (destination). Sumber boleh
jadi seorang individu atau suatu organisasi seperti surat kabar, stasiun televisi. Menurut Schramm, setiap
orang dalam proses komunikasi adalah sekaligus
sebagai enkoder dan dekoder. Kita
secara konstan menyandi balik tanda-tanda dari lingkungan
kita, menafsirkan tanda-tanda tersebut.
b. Model Newcomb
Theodore
Newcomb memandang komunikasi sebagai perspektif psikologi- sosial. Modelnya menyerupai diagram jaringan
kelompok yang dibuat oleh para psikolog
sosial dan menyerupai formulasi awal mengenai konsistensi kognitif. Dalam model komunikasi tersebut sering juga
disebut model ABX atau model simetri Newcomb
menggambarkan bahwa seseorang A, menyampaikan informasi terhadap seorang lainnya, B, mengenai sesuatu,
X, model tersebut mengasumsikan bahwa orientasi
A kepada B dan terhadap X saling bergantung dan ketiganya merupakan suatu sistem yang terdiri dari empat
orientasi.
1. Orientasi
A terhadap X, yang meliputi sikap tehadap X sebagai objek yang harus didekati atau dihindari dan atribut
kognitif (kepercayaan dan tatanan kognitif)
2. Orientasi
A terhadap B, dalam pengertian yang sama
3. Orientasi
B terhadap X
4. Orientasi
B terhadap A
c.
Model
Westley dan MacLean
Westley
dan MacLean ini dipengaruhi oleh model Newcomb, selain juga oleh Lasswell dan yang lainnya. Mereka
menambahkan jumlah peristiwa, gagasan, objek dan
orang yang tidak terbatass yang kesemuanya merupakan ”objek orientasi” menempatkan suatu peran C diantara A dan B,
dan menyediakan umpan balik. Model Westley
dan MacLean mencakup beberapa konsep penting yaitu umpan balik, perbedaan kemiripan komunikasi
antarpribadi dengan komunikasi massa, dan pemimpin
pendapat yang penting sebagai unsur tambahan dalam komunikasi massa.
d. Model Gerbner
Model
Gerbner adalah merupakan perluasan dari model Lasswell. Model ini terdiri dari model verbal dan model
dragmatik. Model verbal Gerbner adalah sebagai berikut:
·
Seorang sumber
·
mempersepsi
suatu kejadian
·
dan bereaksi
·
melalui suatu
alat (maluran, media, rekayasa fisik, fasilitas administratif dan kelembagaan untuk distribusi dan
kontrol)
·
untuk
menyediakan materi
·
dalam suatu
bentuk
·
dan konteks
·
yang mengandung
isi
·
yang mempunyai
suatu konsekuensi
Model Gerbner
menunjukan bahwa sesorang mempersepsi suatu kejadian dan mengirimkan pesan kepadan suatu
transmitter yang pada gilirannya mengirimkan sinyal
pada pemerima (receiver), dalam transmisi itu sinyal menghadapi gangguan dan mucul sebagai SSS bagi sasaran
(destination).
e. Model DeFleur
Menggambarkan
komunikasi massa ketimbang komunikasi antar pribadi. Modelnya merupakan
perluasan dari model yang dikemukakan para ahli lain khususnya Shannon dan
Weaver dengan memasukan perangkan media massa (mass medium service) dan
peragkat umpan balik (feedback).
f. Model Tubbs
Menggambarkan
komunikasi yang paling mendasar yaitu komunikasi dua orang (diadik). Model
komunikasi Tubbs sesuai dengan konsep komunikasi sebagai transaksi yang
mengasumsikan kedua peserta sebagai pengirim sekaligus penerima pesan. Model
Tubbs melukiskan baik komunikator satu atau dua terus menerus memperoleh
masukan yakni rangsangan baik luar dalam maupun luar dirinya yang sudah berlalu
baik yang sudah berlangsung juga semua pengalaman fisik maupun sosial.
2. Model Komunikasi Konvergensi
Model ini memiliki kecenderungan
menuju 1 titik yang sama
Factor
yang mempengaruhinya :
a.
Interpretasi
b.
Informasi
BAB VI
METODE ANALISIS
JARINGAN
KOMUNIKASI
A. Sejarah
Perkembangan Jaringan Komunikasi
Analisis
jaringan komunikasi adalah suatu metode penelitian untuk mengidentifikasi
sturktur komunikasi dalam suatu system,dimana data hubungan mengenai arus
komunikasi disanalisis dengan menggunakan beberapa tipe hubungan-hubungan
interpersonal sebagai unit analisis. Pada hakikatnya perilaku manusia adalah
interaksi melalui mana seorang bertukar informasi dengan seseorang atau lebih.
Sebagaimana telah dikemukakan dalam pembahasan awal, telah diketahui
bahwasanya metode jaringan komunikasi tidak dapat dipisahkan dengan penemuan
metode penelitian social dengan menggunakan data sosiometri dalam suatu system
jaringan social.
Metode sosiometri ditemukan oleh Moreno,
merupakan metode baru dikalangan ilmu social dan bermaksud untuk menilit “intra-group-relations” atau saling hubungan anatara anggota kelompok
didalam suatu kelompok (Gerungan, 1983).
Sedang
jaringan social pertama kali digunakan oleh Barnes (1954) didalam studinya
mengenai umat gereja yang menempati sebuah pulau di Norwegia. Konsep yang
digunakan kemudian dikembangkan oleh Bott (1957) dalam studinya mengenai peranan suami istri yang terdapat pada
keluarga-keluarga di London (Pasurdi Supalran, 1981).
Sejumlah
ahli-ahli antropologi dan sosiologi, antara lain Southall (1956, 1961), Pons
(1961, 1962, 1964), dan Epstein (1961) juga telah menggunakan jaringan social
dalam studi-studi mereka. Diantara studi-studi mereka yang paling menonjol
adalah karya dari Meyer dan Epstein.
Meyer
menyatakan bahwa hakikat dari suatu jaringan social dapat digunakan untuk
menjelaskan mengapa sejumlah pendatang
ke kota tetap berorientasi ke desa, sedangkan sejumlah lainnya
beroreintasi ke kota.
Epstein
menyatakan bahwa melalui konsep jaringan social, kita dapat memperoleh data
-bagaimana sebenarnya norma-norma dan nilai-nilai tersebar disuatu komunitas
terhadap suatu persebaran norma dan nilai sebenarnya terjadi.
Selanjutnya seorang tokoh antropologi yang menyatakan penting dalam
perkembangan konsep jaringan social disekitar tahun enam puluhan adalah Clide
J. Mitchell (1966). Ia membedakan tiga macam jaringan social, yaitu yang
terwujud dari hubungan-hubungan yang bersifat kategori, hubungan-hubungan yang
terwujud dalam struktur, yaitu hubungan-hubungan yang menyangkut norma-norma
yang didefinisikan menurut pengharapan peranan yang diwujudkan. Sedangkan dalam
tulisan lain Mitchell (1969) memperlihatkan bagaimana suatu system social dapat
dilihat sebagai suatu set jaringan-jaringan yang saling berkaitan.
Kemudian Whitten dan Wolfe (1973) mengajukan sebuah model yang
memperlihatkan garis-garis hubungan antar sesama manusia dalam situasi-situasi
social yang merupakan suatu jaringan social. Mereka membedakan dua macam
jaringan social. Pertama, jaringan social yang tidak terbatas yang digunakan
untuk menggunakan sejumlah orang suatu kelompok tanpa menggunakan sesuatu
ukuran untuk membatasinya. Kedua, jaringan social terbatas yang dibuat
berdasarkan sejumlah ukuran yang dapat dipakai untuk mempelihatkan
hubungan-hubungannya dalam jaringan social tersebut secara menyeluruh.
Dalam komunikasi, konsep jaringan social menjadi sangat penting karena
menggunakan konsep ini dan sejumlah model yang telah dihasilkannya, maka
sejumlah masalah yang berhubungan dengan komunikasi menjadi lebih tajam dan
tepat dapat diteliti dan dianalisis.
Dalam tradisi penelitian komunikasi, penelitian terhadap jaringan atau
unsur-unsurnya dapat ditelusuri cukup jauh keblakang. Salah satu langkah
pertama yang mengarah ke pemelahaan jaringan komunikasi adalah rangkain
penelitian yang dikembangkan pada wal tahun 1950-an oleh Bavelas, terhadap pola
komunikasi dalam kelompok kerja. Walaupun mereka membatasi daripada kelompok
kecil yang diteliti dalam kondisi eksperimen, mereka merupakan orang-orang yang
pertama memperkenalkan konsep-konsep jaringan ke dalam bidang komunikasi (Alwi
Dahlan, 1979)
Kemudian Lazarsfeld (1944) dan Katz menganlisa jaringan komunikasi yang
menyangkut arus informasi berlangsung. Mulanya mereka mempelajari arus dua
langkah (two step flows) dan kemudian
yang berlangkah ganda (multistep).
Berbeda dari kelompok penelitian Bavelas, kelompok ini menelaah penyebaran
komunikasi pada masyarakat luas dalam keadaan yang sebenarnya.
B. Analisis
Jaringan Komunikasi
Analisis
jaringan komunikasi merupakan salah satu pendekatan penelitian yang mempelajari
perilaku manusia berdasarkan model kovergensi. Unit analisinya beralihdari
individu-individu anggota audience ke
hubungan-hubungan antara dua atau lebih individu-individu (sepasang, jaringan
komunikasi interpersonal, klik, dan keseluruhan system). Penggunaan unit
analisis yang demikian memungkinkan studi model konvergensi.
Analisis jaringan komunikasi
biasanya terdiri dari satu atau lebih dari prosedur-prosedur penelitian berikut
ini :
1. Pengidentifikasian
klik-klik yang terdapat dalam keseluruhan system menentukan bagaimana bagian
kelompok struktural ini mempengaruhi
perilaku komunikasi dalam suatu system.
2. Pengidentifikasian
pernanan komunikasi khusus yang tertentu
3. Mengukur
berbagai indeks struktur komunikasi (seperti communication connectedness)
pada individu, pasangan, jaringan personal, klik atau keseluruhan system.
Analisis jaringan komunikasi untuk meneliti arus
pesan yang khusus dalam suatu system dan kemudian struktur komunikasi ini
dibandingkan dengan maksud untuk menentukan bagaimana struktur-struktur tersbut
saling berhubungan dengan jaringan komunikasi. Informasi data harus lebih
dinamis dibandingkan dengan variabel-variabel struktur social yang statis,
sehingga analisis jaringan komunikasi memungkinkan pemahaman struktur social
sebagai suatu proses komunikasi.
C. Contoh
Model Jaringan Komunikasi
Sebagaimana
diketahui, suatu skema analisis yang dipergunakan untuk meniliti
hubungan-hubungan komunikasi yang kompleks disebut sosiogram. Sosiogram
memetakan hubungan-hubungan komunikasi dengan diagram-diagram jaringan.